Mengapa Hidup Kadang Terasa Berat?
Pernah gak sih, tengah malam kamu susah tidur gara-gara otak kayak mesin fotokopi rusak—mengulang-ulang masalah? “Aduh, tadi kerjaanku udah bener belum ya?” atau “Besok kalau hujan, acara gagal dong!” Nah, buat kamu yang lagi overthinking, artikel ini adalah jalan ninjamu menuju hidup yang lebih santai. Mari kita bahas filosofi kuno bernama stoikisme, yang ternyata solusi buat banyak drama hidup zaman sekarang.
Apa Itu Stoikisme? Filsafat Jadul dengan Efek Modern
Stoikisme adalah aliran filsafat Yunani kuno yang muncul sekitar 2.300 tahun lalu (iya, sebelum nenek moyang kita ngerti listrik!). Intinya, stoikisme ngajarin kita buat berpikir rasional. Kalau hidup diumpamakan kayak main catur, stoikisme ngajarin langkah-langkah supaya kita gak blunder gara-gara emosi sesaat.
Menurut buku “Filosofi Teras“ karya Henry Manampiring, stoikisme fokus pada dikotomi kendali, yaitu membedakan mana hal yang bisa kita kontrol dan mana yang enggak. Contohnya:
- Yang bisa dikendalikan: pikiran, tindakan, dan reaksi kita.
- Yang gak bisa dikendalikan: cuaca, ekonomi global, atau… mantan yang udah move on duluan.
Kok Bisa Stoikisme Bikin Anti-Cemas?
Poin menarik dari stoikisme adalah ajaran bahwa kebanyakan kecemasan berasal dari menghabiskan energi untuk hal yang gak bisa dikendalikan. Misalnya, mau sedih seberapa pun, cuaca besok gak bakal berubah sesuai mood kamu. Jadi, buat apa pusing?
Overthinking Malam Hari? Latihan Dikotomi Kendali Dulu!
Gimana caranya biar gak kebanyakan mikir? Latihan ini bisa membantu:
- Tulis daftar kekhawatiranmu.
- Kelompokkan jadi dua: mana yang bisa dikendalikan dan mana yang tidak.
- Fokus cuma pada hal yang bisa kamu atur. Sisanya? Let it go. (Gak perlu nyanyi “Frozen” juga sih…)
Tips Praktis Stoikisme untuk Hidup Sehari-Hari
1. Premeditatio Malorum: Siap-Siap Hal Terburuk
Dalam stoikisme, ada istilah premeditatio malorum alias memikirkan skenario terburuk. Jangan salah paham! Ini bukan berarti kita jadi orang pesimis, tapi lebih ke persiapan mental.
Misalnya:
- Mau interview kerja? Siapkan jawaban kalau ditanya hal sulit.
- Traveling? Siapin waktu ekstra buat kemungkinan delay pesawat.
Ketika kita siap menghadapi hal terburuk, kalau kenyataannya gak seburuk itu, malah jadi lega, kan?
2. Belajar dari Kritik
Kita semua pasti pernah dikritik. Kadang bikin panas hati, kadang bikin pengen balas dendam. Tapi, stoikisme ngajarin kita buat lebih santai menghadapi kritik. Marcus Aurelius, Kaisar Romawi yang juga filsuf stoik, punya tips:
- Kalau kritiknya benar, terima sebagai masukan.
- Kalau salah? Bodo amat, itu cuma salah paham mereka.
Hidup jadi jauh lebih ringan kalau kita gak buang-buang energi ngurusin opini orang lain.
3. Stoikisme dalam Keuangan: Investasi Tanpa Drama
Urusan duit sering bikin hidup tambah drama. Misalnya, panik gara-gara saham turun. Nah, stoikisme ngajarin kita buat lebih rasional:
- Pahami risiko investasi.
- Jangan ikut-ikutan beli hanya karena tren.
- Fokus pada hal yang bisa dikendalikan, seperti memilih saham yang sesuai dengan profil risiko.
Prinsipnya simpel: gunakan akal sehat, bukan emosi.
Mengapa Stoikisme Cocok untuk Zaman Sekarang?
Di era media sosial, semua orang sibuk pamer kehidupan sempurna. Akibatnya, kita jadi gampang banding-bandingin diri dan akhirnya cemas. Stoikisme adalah antidotnya. Dengan fokus pada apa yang penting dan melepaskan hal yang gak penting, hidup jadi lebih damai.
Filosofi Teras: Cara Simpel Mengaplikasikan Stoikisme
Henry Manampiring lewat bukunya, “Filosofi Teras,” menjelaskan stoikisme dengan gaya sederhana. Misalnya:
- Jangan terlalu mikirin apa yang orang lain pikirkan tentang kita.
- Fokus aja jadi versi terbaik diri sendiri.
Kesimpulan: Hidup Tenang Itu Pilihan
Kalau kamu sering overthinking, mungkin saatnya coba pelajari stoikisme. Gak harus jadi filsuf, cukup terapkan prinsip dasarnya:
- Kendalikan yang bisa dikendalikan.
- Lepaskan sisanya.
Hidupmu gak cuma jadi lebih tenang, tapi juga lebih fokus pada hal-hal yang benar-benar penting. Jadi, yuk mulai latihan stoikisme, dan siapa tahu kamu bakal jadi orang yang lebih zen—tanpa perlu meditasi di atas gunung!